Sabtu, 21 April 2012

Terapi Oksigen

Pengertian dan definisi terapi oksigen
Terapi oksigen adalah pengelolaan oksigen tambahan pada pasien untuk mencegah atau menangani hipoksia. Hipoksia adalah satu kondisi dimana tidak terpenuhi oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan sel (Herry and Potter, 2006). 
read more...........

 
Fungsi terapi oksigen
Fungsi terapi oksigen adalah untuk memberikan transport oksigen yang adekuat di dalam darah sehingga mengurangi kerja pernafasan dan menurunkan stress pada otot jantung (Brunner and Suddarth, 2007). Terapi ini bermanfaat bagi pasien-pasien hipoksemia dengan masalah nonpulmonal dan juga bagi mereka yang mengalami eksaserbasi akut COPD. Terapi ini juga mengatasi vasokontrinsi pulmoner dan kerja jantung kanan dan menurunkan iskemia miokard. Hasilnya akan memperbaiki kardiak output.
Oksigen dengan konsentrasi tinggi harus diberikan pada semua pasien atau cedera gawat dengan insufisiensi respirasi, syok atau trauma walaupun tekanan parsial oksigen arteri tinggi. Karena pada pasien-pasien ini hantaran oksigen ke jaringan terhambat oleh pertukaran gas paru yang tidak cukup, volume sirkulasi yang kurang dan fungsi kardiovaskuler atau distribusi aliran darah yang terganggu (Fikri dan Ganda, 2005).
Dalam konteks kardiologi, masalah oksigen terjadi disebabkan karena hambatan transport oksigen akibat penurunan fungsi jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Dampak penurunan fungsi ini tampak dari tanda-tanda cepat lelah, nafas pendek, perfusi jaringan perifer menurun dll. Apabila oksigen diberikan pada gangguan jantung, maka oksigen masuk berdifusi ke dalam paru-paru relatif mudah. Dari alveoli oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah arteri. Karena masalah utamanya adalah pada hambatan transport (gangguan cardiac output atau denyut jantung) maka pemberian oksigen akan meningkatkan PaO2 dan saturasi O2. Dengan peningkatan saturasi oksigen, maka hemoglobin mampu membawa oksigen lebih banyak dibandingkan dengan jika seseorang tidak diberikan oksigen. Pada kondisi demikian maka kebutuhan perfusi jaringan dapat dipenuhi meskipun terjadi penurunan rata-rata aliran darah ke jaringan.
Sebenarnya sel hanya membutuhkan sedikit tekanan oksigen untuk terjadinya reaksi kimia intraseluler yang normal. Alasannya adalah bahwa sistem enzim respirasi sel disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila PO2 sel lebih dari 1 sampai 3 mmHg, tersedianya oksigen tidak lagi merupakan suatu faktor pembatas kecepatan reaksi kimia tersebut. Malahan, faktor pembatas utamanya kemudian adalah konsentrasi adenosin diposfat (ADP) di dalam sel. Penggunaan adenosin trifosfat (ATP) dalam sel menghasilkan energi, ATP yang kemudian diubah menjadi ADP. Peningkatan konsentrasi ADP, sebaliknya akan meningkatkan metabolisme oksigen dan berbagai makanan yang bercampur dengan oksigen untuk melepaskan energi. Energi ini dibutuhkan untuk membentuk ATP. Oleh karena itu, pada keadaan normal waktu kerja kecepatan penggunaan oksigen oleh sel diatur oleh kecepatan pengeluaran energi dalam sel tersebut yaitu oleh kecepatan pembentukan ADP dari ATP. Hanya dalam keadaan hipoksia berat penggunaan oksigen menjadi suatu keadaan yang terbatas (Fikri dan Ganda, 2005).
Terdapat bukti bahwa terapi oksigen mampu memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport mukosilier dan pembersihan mucus (Bach and others, 2001 dalam perry dan Potter, 2006).
Namun bukti lain menyatakan bahwa terdapat masalah besar di dalam pengelolaan terapi ini pada eksaserbasi COPD akut yang diakibatkan elevasi kadar CO2 dan peningkatan resiko gagal nafas. Pengelolaan terapi oksigen, meski dalam kadar yang rendah (24 – 28%) mungkin mengakibatkan hiperkarbia dan harus diberikan dengan hati-hati (Snow and others, 2001 dalam perry dan Potter, 2006).
Indikasi terapi O2 pada klien
1. Hypoxia / hypoxemia; artinya penurunan PaO2 kurang dari 60 mmHg atau SaO2 kurang dari 90% di dalam ruangan atai dengan PaO2 dan/atau SaO2 di bawah rentang yang diinginkan secara klinik
2. Penurunan COP
3. Peningkatan kebutuhan oksigen
4. Penurunan daya angkut oksigen
5. Peningkatan beban kerja miokard pada MCI
6. Prosedur yang bisa menyebabkan hypoxemia
7. Trauma berat
8. Terapi jangka pendek atau intervensi bedah misalnya post anestesi recovery, bedah panggul
NICE menyarankan pengkajian kebutuhan untuk terapi oksigen pada pasien di bawah ini (Evidence level D)
· Obstruksi aliran udara berat dengan FEV1 kurang dari 30% yang diperkirakan.
· Cyanosis.
· Polycythaemia.
· Oedema perifer.
· Tekanan vena jugularis meingkat
· Saturasi oksigen kurang dari 92% saat bernafas.
· Obstruksi aliran udara sedang (FEV1 30 to 49% of predicted).
· Hembusan singkat dari terapi oksigen untuk episode hilang nafas hanya digunakan jika semua metode lain gagal. (Evidence level C).
Cara pengelolaan terapi oksigen
Alat
Rerata aliran
yang disarankan
(l/mnt)
Persentase
Oksigen
Keuntungan
Kerugian
Low-Flow Systems
Cannula
1
2
3
4
5
6
24%
28%
32%
36%
40%
44%
Ringan, nyaman, murah, tidak mengganggu makan dan aktivitas
Mukosa hidung kering, FiO2 bervariasi
Oropharyngeal catheter
1–6
23–42
Murah, tidak perlu trakheostomi
Iritasi mukosa hidung, kateter harus sering diganti-ganti dengan lobang hidung satunya
Mask, simple
6–8
40–60
Mudah digunakan dan murah
Kurang cocok, FiO2 bervariasi, dilepas saat makan
Mask, partial rebreather
8–11
50–75
Konsentrasi oksigen sedang
Panas, kurang cocok, dilepas saat makan
Mask, non-rebreather
12
80–100
Konsentrasi oksigen tinggi
Kurang cocok
High-Flow Systems
Transtracheal catheter
¼-4
60–100
Lebih nyaman, dapat disembunyikan di dalam baju, oksigen lebih rendah dibandingkan kanula nasal
Butuh sering pembersihan dan teratur, membutuhkan intervensi bedah
Mask, Venturi
4–6
6–8
24, 26, 28
30, 35, 40
Pemberian oksigen tingkat rendah, FiO2 tepat, Tersedia kelembaban tambahan
Harus dilepas saat makan
Mask, aerosol
8–10
30–100
Kelembaban baik, FiO2 akurat
Tidak nyaman untuk sebagian
Tracheostomy collar
8–10
30–100
Kelembaban baik, nyaman, FiO2 hampir akurat
T-piece
8–10
30–100
Sama dengan tracheostomy collar
Berat dengan pipa
Face tent
8–10
30–100
Kelembaban baik, FiO2 hampir akurat
Besar, tidak praktis
D.




























































Tindakan-tindakan keperawatan yang dapat mengoptimalkan terapi oksigen
Apabila seorang pasien menerima terapi oksigen, hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh perawat adalah :
· Menjelaskan alasan dan pentingnya kepada pasien
· Evaluasi efektifitas, observasi tanda-tanda hipoksia. Beritahu dokter bila pasien mengalami gelisah, cemas, somnolen, sianosis, atau takikardia
· Analisa gas darah dan bandingkan dengan dengan nilai normal
· Pasang oksimetri nadi untuk monitor saturasi oksigen
· Jelaskan pada pasien atau pengunjung untuk menghindari rokok saat terapi oksigen
Disamping itu untuk mengefektifkan terapi oksigen ini perlu dilakukan tindakan modalitas lain yang bisa saling mendukung. Di antaranya adalah :
1. Chest Fisiotepry, perkusi, postural drainage, Batuk efektif
Tindakan fisioterapi dada dilakukan untuk mengontrol sekresi pada jalan nafas secara meluas. Sekret yang dikeluarkan perlu untuk dikeluarkan melalui batuk ataupun suction, untuk tindakan batuk efektif perlu dilakukan tindakan mengambil nafas dalam, menutup glottis dengan tujuan untuk memberi tekanan pada bagian belakang dada untuk kemudian dengan kekuatan penuh dikeluarkan.
Fisiotetapi dan batuk efektif berhubungan dengan bersihan jalan nafas terhadap mucus pasien yang menghambat sekresi dari trakeobronkial (Jones and Rowe, 1999)
Akumulasi Sekret yang terjadi pada pasien bisanya terjadi pada penderita :
- bronchitis
- asma
- fibrosis cystic
- pneumonia
- bronkoekstasis
Pada Pasien post operasi juga dapat terjadi peningkatan akumulasi secret, sehingga menyebabkan atelektasis, kolap lubuler, sehingga perlu dilakukan fisioterapi dada tetapi penggunaannya memerlukan terapi modalitas yang lain. Misalnya : Pemberian mukolitik, Pemberian system hidrasi yang baik, pemberian bronkodilator termasuk juga pemberian antibiotic.
Tujuan Utama fisioterapi dada :
· Membersihkan jalan nafas dari penumpuikan secret yang berlebih sehingga tidak mengurangi kerja jalan nafas
· Memfasilitasi klien dalam penggunaan batuk untuk mengeluarkan sekret
Hidrasi yang adekuat penting dilakukan untuk pasien dengan program kebersihan paru. Cairan yang diberikan menyebabkan mukus atau sekret lebih lancer dan berair sehingga dapat bergerak ketika dibatukkan dapat keluar lebih mudah, tetapi pemberian hindarsi ini dapat menjadi kontra indikasi terhadap penyakit lain, misalnya gagal jantung , gagal ginjal.
Dengan dilakukan 3 – 4 kali fisioterapi dada/hari dan 2 liter atau lebih cairan/ hari yang diberikan maka akan mencegah dan menciptakan dan membangun kebersihan jalan nafas, mengurangi sesak nafas, meningkatkan kerja pernafasan dan membantu pertukaran gas.
  1. Suctioning
Beberapa tindakan yang dianggap perlu dan penunjang untuk membuka jalan nafas dianggap berpotensi untuk mencegah terdanya obtruksi oleh karena secret, benda asing, dan obstruksi mekanik yang disebabkan oleh jaringan bagian atas.
Tindakan ini mungkin tidak berhubungan dengan order dokter, tetapi tergantung oleh situasi yang ada, intervensi yang dilakukan ketika terjadi sumbatan jalan nafas pada saat itu maka segera dilakukan pembebasan jalan nafas.
Manajemen dalam kepatenan jalan nafas meliputi: Hidung, jalan nafas bagian atas, serta trakea, system jalan nafas bagian bawah.
Suctioning ditujukan untuk mengangkat secret dari jalan nafas, sehingga klien dengan ketidakmampuan atau kegagalan baik pada proses menelan atauapun pada proses pembebasan jalan nafas lainnya dapat terhindar dari obstruksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar