Pengertian dan definisi terapi oksigen
Terapi
oksigen adalah pengelolaan oksigen tambahan pada pasien untuk mencegah
atau menangani hipoksia. Hipoksia adalah satu kondisi dimana tidak
terpenuhi oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan sel
(Herry and Potter, 2006).
Fungsi terapi oksigen
Fungsi
terapi oksigen adalah untuk memberikan transport oksigen yang adekuat
di dalam darah sehingga mengurangi kerja pernafasan dan menurunkan
stress pada otot jantung (Brunner and Suddarth, 2007). Terapi ini
bermanfaat bagi pasien-pasien hipoksemia dengan masalah nonpulmonal dan
juga bagi mereka yang mengalami eksaserbasi akut COPD. Terapi ini juga
mengatasi vasokontrinsi pulmoner dan kerja jantung kanan dan menurunkan
iskemia miokard. Hasilnya akan memperbaiki kardiak output.
Oksigen
dengan konsentrasi tinggi harus diberikan pada semua pasien atau cedera
gawat dengan insufisiensi respirasi, syok atau trauma walaupun tekanan
parsial oksigen arteri tinggi. Karena pada pasien-pasien ini hantaran
oksigen ke jaringan terhambat oleh pertukaran gas paru yang tidak cukup,
volume sirkulasi yang kurang dan fungsi kardiovaskuler atau distribusi
aliran darah yang terganggu (Fikri dan Ganda, 2005).
Dalam
konteks kardiologi, masalah oksigen terjadi disebabkan karena hambatan
transport oksigen akibat penurunan fungsi jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh. Dampak penurunan fungsi ini tampak dari tanda-tanda
cepat lelah, nafas pendek, perfusi jaringan perifer menurun dll. Apabila
oksigen diberikan pada gangguan jantung, maka oksigen masuk berdifusi
ke dalam paru-paru relatif mudah. Dari alveoli oksigen berdifusi ke
dalam pembuluh darah arteri. Karena masalah utamanya adalah pada
hambatan transport (gangguan cardiac output atau denyut jantung) maka
pemberian oksigen akan meningkatkan PaO2 dan saturasi O2. Dengan peningkatan
saturasi oksigen, maka hemoglobin mampu membawa oksigen lebih banyak
dibandingkan dengan jika seseorang tidak diberikan oksigen. Pada kondisi
demikian maka kebutuhan perfusi jaringan dapat dipenuhi meskipun
terjadi penurunan rata-rata aliran darah ke jaringan.
Sebenarnya sel hanya membutuhkan sedikit tekanan oksigen untuk terjadinya reaksi kimia intraseluler yang normal. Alasannya adalah bahwa sistem enzim respirasi sel disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila PO2
sel lebih dari 1 sampai 3 mmHg, tersedianya oksigen tidak lagi
merupakan suatu faktor pembatas kecepatan reaksi kimia tersebut.
Malahan, faktor pembatas utamanya kemudian adalah konsentrasi adenosin diposfat (ADP)
di dalam sel. Penggunaan adenosin trifosfat (ATP) dalam sel
menghasilkan energi, ATP yang kemudian diubah menjadi ADP. Peningkatan
konsentrasi ADP, sebaliknya akan meningkatkan metabolisme oksigen dan
berbagai makanan yang bercampur dengan oksigen untuk melepaskan energi.
Energi ini dibutuhkan untuk membentuk ATP. Oleh karena itu, pada keadaan
normal waktu kerja kecepatan penggunaan oksigen oleh sel diatur oleh
kecepatan pengeluaran energi dalam sel tersebut yaitu oleh kecepatan
pembentukan ADP dari ATP. Hanya dalam keadaan hipoksia berat penggunaan
oksigen menjadi suatu keadaan yang terbatas (Fikri dan Ganda, 2005).
Terdapat bukti
bahwa terapi oksigen mampu memperbaiki aliran oksigen ke paru dan
meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport mukosilier dan
pembersihan mucus (Bach and others, 2001 dalam perry dan Potter, 2006).
Namun bukti lain
menyatakan bahwa terdapat masalah besar di dalam pengelolaan terapi ini
pada eksaserbasi COPD akut yang diakibatkan elevasi kadar CO2
dan peningkatan resiko gagal nafas. Pengelolaan terapi oksigen, meski
dalam kadar yang rendah (24 – 28%) mungkin mengakibatkan hiperkarbia dan
harus diberikan dengan hati-hati (Snow and others, 2001 dalam perry dan
Potter, 2006).
Indikasi terapi O2 pada klien
1. Hypoxia
/ hypoxemia; artinya penurunan PaO2 kurang dari 60 mmHg atau SaO2
kurang dari 90% di dalam ruangan atai dengan PaO2 dan/atau SaO2 di bawah
rentang yang diinginkan secara klinik
2. Penurunan COP
3. Peningkatan kebutuhan oksigen
4. Penurunan daya angkut oksigen
5. Peningkatan beban kerja miokard pada MCI
6. Prosedur yang bisa menyebabkan hypoxemia
7. Trauma berat
8. Terapi jangka pendek atau intervensi bedah misalnya post anestesi recovery, bedah panggul
NICE menyarankan pengkajian kebutuhan untuk terapi oksigen pada pasien di bawah ini (Evidence level D)
· Obstruksi aliran udara berat dengan FEV1 kurang dari 30% yang diperkirakan.
· Cyanosis.
· Polycythaemia.
· Oedema perifer.
· Tekanan vena jugularis meingkat
· Saturasi oksigen kurang dari 92% saat bernafas.
· Obstruksi aliran udara sedang (FEV1 30 to 49% of predicted).
· Hembusan singkat dari terapi oksigen untuk episode hilang nafas hanya digunakan jika semua metode lain gagal. (Evidence level C).
Cara pengelolaan terapi oksigen
Alat
|
Rerata aliran
yang disarankan
(l/mnt)
|
Persentase
Oksigen
|
Keuntungan
|
Kerugian
|
Low-Flow Systems
| | | | |
Cannula
|
1
2
3
4
5
6
|
24%
28%
32%
36%
40%
44%
|
Ringan, nyaman, murah, tidak mengganggu makan dan aktivitas
|
Mukosa hidung kering, FiO2 bervariasi
|
Oropharyngeal catheter
|
1–6
|
23–42
|
Murah, tidak perlu trakheostomi
|
Iritasi mukosa hidung, kateter harus sering diganti-ganti dengan lobang hidung satunya
|
Mask, simple
|
6–8
|
40–60
|
Mudah digunakan dan murah
|
Kurang cocok, FiO2 bervariasi, dilepas saat makan
|
Mask, partial rebreather
|
8–11
|
50–75
|
Konsentrasi oksigen sedang
|
Panas, kurang cocok, dilepas saat makan
|
Mask, non-rebreather
|
12
|
80–100
|
Konsentrasi oksigen tinggi
|
Kurang cocok
|
| | | | |
High-Flow Systems
| | | | |
Transtracheal catheter
|
¼-4
|
60–100
|
Lebih nyaman, dapat disembunyikan di dalam baju, oksigen lebih rendah dibandingkan kanula nasal
|
Butuh sering pembersihan dan teratur, membutuhkan intervensi bedah
|
Mask, Venturi
|
4–6
6–8
|
24, 26, 28
30, 35, 40
|
Pemberian oksigen tingkat rendah, FiO2 tepat, Tersedia kelembaban tambahan
|
Harus dilepas saat makan
|
Mask, aerosol
|
8–10
|
30–100
|
Kelembaban baik, FiO2 akurat
|
Tidak nyaman untuk sebagian
|
Tracheostomy collar
|
8–10
|
30–100
|
Kelembaban baik, nyaman, FiO2 hampir akurat
| |
T-piece
|
8–10
|
30–100
|
Sama dengan tracheostomy collar
|
Berat dengan pipa
|
Face tent
|
8–10
|
30–100
|
Kelembaban baik, FiO2 hampir akurat
|
Besar, tidak praktis
|
D.
Tindakan-tindakan keperawatan yang dapat mengoptimalkan terapi oksigen
Apabila seorang pasien menerima terapi oksigen, hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh perawat adalah :
· Menjelaskan alasan dan pentingnya kepada pasien
· Evaluasi
efektifitas, observasi tanda-tanda hipoksia. Beritahu dokter bila
pasien mengalami gelisah, cemas, somnolen, sianosis, atau takikardia
· Analisa gas darah dan bandingkan dengan dengan nilai normal
· Pasang oksimetri nadi untuk monitor saturasi oksigen
· Jelaskan pada pasien atau pengunjung untuk menghindari rokok saat terapi oksigen
Disamping
itu untuk mengefektifkan terapi oksigen ini perlu dilakukan tindakan
modalitas lain yang bisa saling mendukung. Di antaranya adalah :
1. Chest Fisiotepry, perkusi, postural drainage, Batuk efektif
Tindakan
fisioterapi dada dilakukan untuk mengontrol sekresi pada jalan nafas
secara meluas. Sekret yang dikeluarkan perlu untuk dikeluarkan melalui
batuk ataupun suction, untuk tindakan batuk efektif perlu dilakukan
tindakan mengambil nafas dalam, menutup glottis dengan tujuan untuk
memberi tekanan pada bagian belakang dada untuk kemudian dengan kekuatan
penuh dikeluarkan.
Fisiotetapi
dan batuk efektif berhubungan dengan bersihan jalan nafas terhadap
mucus pasien yang menghambat sekresi dari trakeobronkial (Jones and
Rowe, 1999)
Akumulasi Sekret yang terjadi pada pasien bisanya terjadi pada penderita :
- bronchitis
- asma
- fibrosis cystic
- pneumonia
- bronkoekstasis
Pada
Pasien post operasi juga dapat terjadi peningkatan akumulasi secret,
sehingga menyebabkan atelektasis, kolap lubuler, sehingga perlu
dilakukan fisioterapi dada tetapi penggunaannya memerlukan terapi
modalitas yang lain. Misalnya : Pemberian mukolitik, Pemberian system
hidrasi yang baik, pemberian bronkodilator termasuk juga pemberian
antibiotic.
Tujuan Utama fisioterapi dada :
· Membersihkan jalan nafas dari penumpuikan secret yang berlebih sehingga tidak mengurangi kerja jalan nafas
· Memfasilitasi klien dalam penggunaan batuk untuk mengeluarkan sekret
Hidrasi
yang adekuat penting dilakukan untuk pasien dengan program kebersihan
paru. Cairan yang diberikan menyebabkan mukus atau sekret lebih lancer
dan berair sehingga dapat bergerak ketika dibatukkan dapat keluar lebih
mudah, tetapi pemberian hindarsi ini dapat menjadi kontra indikasi
terhadap penyakit lain, misalnya gagal jantung , gagal ginjal.
Dengan
dilakukan 3 – 4 kali fisioterapi dada/hari dan 2 liter atau lebih
cairan/ hari yang diberikan maka akan mencegah dan menciptakan dan
membangun kebersihan jalan nafas, mengurangi sesak nafas, meningkatkan
kerja pernafasan dan membantu pertukaran gas.
- Suctioning
Beberapa
tindakan yang dianggap perlu dan penunjang untuk membuka jalan nafas
dianggap berpotensi untuk mencegah terdanya obtruksi oleh karena secret,
benda asing, dan obstruksi mekanik yang disebabkan oleh jaringan bagian
atas.
Tindakan
ini mungkin tidak berhubungan dengan order dokter, tetapi tergantung
oleh situasi yang ada, intervensi yang dilakukan ketika terjadi sumbatan
jalan nafas pada saat itu maka segera dilakukan pembebasan jalan nafas.
Manajemen dalam kepatenan jalan nafas meliputi: Hidung, jalan nafas bagian atas, serta trakea, system jalan nafas bagian bawah.
Suctioning
ditujukan untuk mengangkat secret dari jalan nafas, sehingga klien
dengan ketidakmampuan atau kegagalan baik pada proses menelan atauapun
pada proses pembebasan jalan nafas lainnya dapat terhindar dari
obstruksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar